d. PERKEMBANGAN DAN ETNOGRAFI DESA GEUNEREN
( B A H A S A )
a.
Demografi
Bagian pendalaman wilayah Kabupaten Aceh Tengah
memiliki demografis dan pengunungan dari kecamatan Bintang ke kabupaten Bener
Meriah. Dari kecamatan bintang ke Bener Meriah kami memilih Desa Geuneren
karena desa ini terletak membentang di lokasi yang sangat strategis, desa ini
terletak dipinggir Danat Laut Tawar yang dikelilingi oleh perbukitan yang
menjulang tinggi layaknya benteng yang kokoh. Desa geurenen berbatasan dengan
beberapa desa, yaitu : disebelah barat berbatasan dengan desa Geuneren II dan
meudasa, sebelah selatan berbatasan dengan Danau Lut Tawar, sebelah timur
berbatasan dengan Pante Menye dan Desa Kuala I, dan sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Bener Meriah.
Sebagian besar penduduknya berasal dari suku gayo.
Tetapi terdapat juga suku-suku lainnya yaitu suku Aceh, Suku Jawa, Suku Minang,
Suku Batak, dll. 99 % masyarakat Aceh
Tengah tepatnya di desa geuneren beragama Islam yang kuat.
b.
Sejarah
Dahulu Geuneren bukanlah sebuah desa, melainkan
sebuah dusun. Geuneren termasuk ke dalam desa Kuala I. Namun dengan program PNPM
desa Geueneren menjadi suatu desa. Dan Geuneren juga terbagi lagi menjadi
Geuneren I dan Geuneren II. Menurut Bahasa Gayo, Geuneren itu berarti “Kuali
besar” tempat pengolahan tebu menjadi gula atau manisan. Dahulunya desa
geuneren adalah perkebunan tebu masyarakat sekitar Danau Lut
Tawar. Setiap hasil perkebunan tebu dari tiap-tiap desa diolah di desa ini.
Sebab itulah desa ini dinamakan desa geuneren.
Menurut pendapat
masyarakat desa geuneren, Orang gayo berasal dari batak 27 atau batak karo. Ada
juga yang mengatakan bahwa orang gayo berasal dari Raja Uyem dan anaknya raja
Ranta yaitu Raja cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun
Bukit yang kedua-duanya itu pernah berkuasa sebagai raja di masa kolonial
Belanda.
Penduduk desa geuneren dan sekitarnya mayoritasnya
merupakan penduduk asli tanah gayo dan sebagian besar mereka berpencarian
sebagai nelayan dan petani kebun tetapi ada juga yang berpencarian sebagai
wiraswasta, PNS dan supir.
Ditanah Gayo ini masih melekat
kepercayaan-kepercayaan yang berbau mistis dan animisme. Sebagai contoh “Putroe
Ijo” masih dipercaya berada diantara masyarakat gayo di saat-saat tertentu
khususnya di seputaran Danau Laut Tawar. Nama kepala desa di geuneren ini
adalah Junaidi.
c.
Adat Istiadat
Dalam masyarakat Gayo hukum adat juga masih sangat terjaga. Hukum adat adalah
hukum yang paling utama ditaati oleh masyarakat Gayo, khususnya masyarakat yang
berada di pendalaman. Sebagai contoh jika sepasang kekasih yang berasal dari
satu desa yang sama dilarang untuk menikah. Jika kesepakatan ini dilarang maka
akan ada konsenkuensi berupa denda yang telah disepakati oleh penduduk didesa
geuneren itu. Adapun denda tersebut adalah memotong 1 ekor kerbau dan nasi
serta bumbu-bumbu lainnya kemudian membagikannya kepada penduduk desa tersebut.
Jika mereka tidak mau melakukan denda tersebut maka sepasang kekasih tersebut
harus rela angkat kaki dari desa mereka (pengusiran) secara paksa. Selain adat
itu ada juga adat istiadat saat menikah, yaitu tarian saman manyak. Tarian ini
ditarikan oleh anak-anak yang belum berusia 12 tahun.
Sehingga adat istiadat yang ada disuku gayo tidak
dapat diubah sejak zaman dahulu kala sampai masa sekarang ini adat tersebut
masih berlaku.
d.
Bahasa
Bahasa
Gayo adalah salah satu bahasa yang terdapat di Nusantara. Suku Gayo memiliki
bahasa yang berbeda dari suku-suku lainnya yang ada di Indonesia.
Untuk
bahasa yang menjadi titik acuan kami dalam penelitian ini, kami menemukan
informasi dari narasumber atau tokoh-tokoh yang kami temui bahwa orang Gayo ini
hanya memiliki satu-satunya bahasa di tanah Gayo ini, yaitu bahasa Gayo
walaupun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Gayo itu sendiri. Diantaranya
orang-orang toa itu dialeknya cenderung lebih sopan daripada orang-orang yang
berdomisili di uken ini.
Bahasa
Gayo itu bersifat formal karena ruang lingkupnya tertutup dan hanya digunakan
di beberapa titik daerah saja yang memang didomisili oleh masyarakat mayoritas
gayo, kecuali untuk daerah Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo lues dan Lokop di
kabupaten Aceh Timur yang keseluruhan berbahasa Gayo.
Didesa
Geuneren masyarakatnya setiap hari menggunakan bahasa gayo kepada semua
penduduk Gayo. Bahasa gayo tidak digunakan di tempat-tempat formal seperti
sekolah.
Bahasa
Gayo hampir sama seperti bahasa batak 27 ( batak karo).
Perkembangan bahasa di Gayo ini tidak
terlepas dari persebaran orang-orang Gayo menjadi beberapa kelompok yaitu Gayo
Lut (seputaran Danau Laut Tawar termasuk kabupaten Bener Meriah), Gayo Deret yaitu daerah Linge dan
sekitarnya (masih merupakan bagian wilayah kabupaten Aceh Tengah, Gayo
Lukup/Serbejadi (Kabupaten Aceh Timur), Gayo Kalul (Aceh Tamiang), Gayo Lues
(Kabupaten Gayo lues dan beberapa Kecamatan di Aceh Tenggara, juga Sebagian
kecil di Aceh Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar