Total Tayangan Halaman

Senin, 25 November 2013

PERKEMBANGAN DAN ETNOGRAFI DESA GEUNEREN

d.     PERKEMBANGAN DAN ETNOGRAFI DESA GEUNEREN
( B A H A S A )
a.      Demografi
Bagian pendalaman wilayah Kabupaten Aceh Tengah memiliki demografis dan pengunungan dari kecamatan Bintang ke kabupaten Bener Meriah. Dari kecamatan bintang ke Bener Meriah kami memilih Desa Geuneren karena desa ini terletak membentang di lokasi yang sangat strategis, desa ini terletak dipinggir Danat Laut Tawar yang dikelilingi oleh perbukitan yang menjulang tinggi layaknya benteng yang kokoh. Desa geurenen berbatasan dengan beberapa desa, yaitu : disebelah barat berbatasan dengan desa Geuneren II dan meudasa, sebelah selatan berbatasan dengan Danau Lut Tawar, sebelah timur berbatasan dengan Pante Menye dan Desa Kuala I, dan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah.
Sebagian besar penduduknya berasal dari suku gayo. Tetapi terdapat juga suku-suku lainnya yaitu suku Aceh, Suku Jawa, Suku Minang, Suku Batak, dll.     99 % masyarakat Aceh Tengah tepatnya di desa geuneren beragama Islam yang kuat.

b.      Sejarah
Dahulu  Geuneren bukanlah sebuah desa, melainkan sebuah dusun. Geuneren termasuk ke dalam desa Kuala I. Namun dengan program PNPM desa Geueneren menjadi suatu desa. Dan Geuneren juga terbagi lagi menjadi Geuneren I dan Geuneren II. Menurut Bahasa Gayo, Geuneren itu berarti “Kuali besar” tempat pengolahan tebu menjadi gula atau manisan. Dahulunya desa geuneren adalah perkebunan tebu masyarakat  sekitar  Danau  Lut Tawar. Setiap hasil perkebunan tebu dari tiap-tiap desa diolah di desa ini. Sebab itulah desa ini dinamakan desa geuneren.
Menurut  pendapat masyarakat desa geuneren, Orang gayo berasal dari batak 27 atau batak karo. Ada juga yang mengatakan bahwa orang gayo berasal dari Raja Uyem dan anaknya raja Ranta yaitu Raja cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya itu pernah berkuasa sebagai raja di masa kolonial Belanda.
Penduduk desa geuneren dan sekitarnya mayoritasnya merupakan penduduk asli tanah gayo dan sebagian besar mereka berpencarian sebagai nelayan dan petani kebun tetapi ada juga yang berpencarian sebagai wiraswasta, PNS dan supir.
Ditanah Gayo ini masih melekat kepercayaan-kepercayaan yang berbau mistis dan animisme. Sebagai contoh “Putroe Ijo” masih dipercaya berada diantara masyarakat gayo di saat-saat tertentu khususnya di seputaran Danau Laut Tawar. Nama kepala desa di geuneren ini adalah Junaidi.

c.       Adat Istiadat
Dalam masyarakat Gayo hukum adat  juga masih sangat terjaga. Hukum adat adalah hukum yang paling utama ditaati oleh masyarakat Gayo, khususnya masyarakat yang berada di pendalaman. Sebagai contoh jika sepasang kekasih yang berasal dari satu desa yang sama dilarang untuk menikah. Jika kesepakatan ini dilarang maka akan ada konsenkuensi berupa denda yang telah disepakati oleh penduduk didesa geuneren itu. Adapun denda tersebut adalah memotong 1 ekor kerbau dan nasi serta bumbu-bumbu lainnya kemudian membagikannya kepada penduduk desa tersebut. Jika mereka tidak mau melakukan denda tersebut maka sepasang kekasih tersebut harus rela angkat kaki dari desa mereka (pengusiran) secara paksa. Selain adat itu ada juga adat istiadat saat menikah, yaitu tarian saman manyak. Tarian ini ditarikan oleh anak-anak yang belum berusia 12 tahun.
Sehingga adat istiadat yang ada disuku gayo tidak dapat diubah sejak zaman dahulu kala sampai masa sekarang ini adat tersebut masih berlaku.

d.      Bahasa
       Bahasa Gayo adalah salah satu bahasa yang terdapat di Nusantara. Suku Gayo memiliki bahasa yang berbeda dari suku-suku lainnya yang ada di Indonesia.
       Untuk bahasa yang menjadi titik acuan kami dalam penelitian ini, kami menemukan informasi dari narasumber atau tokoh-tokoh yang kami temui bahwa orang Gayo ini hanya memiliki satu-satunya bahasa di tanah Gayo ini, yaitu bahasa Gayo walaupun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Gayo itu sendiri. Diantaranya orang-orang toa itu dialeknya cenderung lebih sopan daripada orang-orang yang berdomisili di uken ini.
       Bahasa Gayo itu bersifat formal karena ruang lingkupnya tertutup dan hanya digunakan di beberapa titik daerah saja yang memang didomisili oleh masyarakat mayoritas gayo, kecuali untuk daerah Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo lues dan Lokop di kabupaten Aceh Timur yang keseluruhan berbahasa Gayo.
       Didesa Geuneren masyarakatnya setiap hari menggunakan bahasa gayo kepada semua penduduk Gayo. Bahasa gayo tidak digunakan di tempat-tempat formal seperti sekolah.
       Bahasa Gayo hampir sama seperti bahasa batak 27 ( batak karo).
       Perkembangan bahasa di Gayo ini tidak terlepas dari persebaran orang-orang Gayo menjadi beberapa kelompok yaitu Gayo Lut (seputaran Danau Laut Tawar termasuk kabupaten Bener  Meriah), Gayo Deret yaitu daerah Linge dan sekitarnya (masih merupakan bagian wilayah kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lukup/Serbejadi (Kabupaten Aceh Timur), Gayo Kalul (Aceh Tamiang), Gayo Lues (Kabupaten Gayo lues dan beberapa Kecamatan di Aceh Tenggara, juga Sebagian kecil di Aceh Selatan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar