BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada
dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi
ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa
saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan
umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif,
banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu
negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang
berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak
semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di
sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota
parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan
presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara
tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri
secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat.
Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum
sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari
sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan
sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik
apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada
masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga
yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki
catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali
penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan
sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya
yaitu:
- Belum tegaknya supermasi hukum.
- Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan
bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
- Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam
kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).
Untuk
mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan
pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penulis
menyusun makalah ini dengan judul “BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI”.
1.3 Tujuan
Tujuan dari
makalah ini adalah :
1.
Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari
nilai-nilai demokrasi dalam kehidupa sehari-hari.
2.
Memaparkan sejumlah sumber hukum yang menjadi landasan demokrasi
3.
Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
1.4 Batasan Masalah
Karena
banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan
membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari baik
itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.5 Sistematika Penulisan
Agar makalah
ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah
sebagai berikut :
BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI
2.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2.1.1 Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di
jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah
sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan
demokrasi adalah rakyat.
2.1.2 Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the
people, and for the people).
2.1.3 Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana
mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
2.2 Landasan-landasan Demokrasi
2.2.1 Pembukaan UUD 1945
1. Alinea
pertama
Kemerdekaan
ialah hak segala bangsa.
2. Alinea
kedua
Mengantarkan
rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
3. Alinea
ketiga
Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
4. Alinea
keempat
Melindungi
segenap bangsa.
2.2.2 Batang Tubuh UUD 1945
1. Pasal 1
ayat 2
Kedaulatan
adalah ditangan rakyat.
2. Pasal 2
Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
3. Pasal 6
Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pasal 24
dan Pasal 25
Peradilan
yang merdeka.
5. Pasal 27
ayat 1
Persamaan
kedudukan di dalam hukum.
6. Pasal 28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul.
2.2.3 Lain-lain
1. Ketetapan
MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang hak asasi
2. UU No. 39
tahun 1999 tentang HAM
2.3 Sejarah
dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap
sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi
modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan
sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi menempati posisi vital
dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu
negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan
kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi
sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat
kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk
membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan
di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga
legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan
saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal
yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini
mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Di Lingkungan Keluarga
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
- Kesediaan
untuk menerima kehadiran sanak saudara;
- Menghargai
pendapat anggota keluarga lainya;
- Senantiasa
musyawarah untuk pembagian kerja;
- Terbuka
terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.
Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
- Bersedia
mengakui kesalahan yang telah dibuatnya;
- Kesediaan
hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi;
-
Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya;
-
Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi;
- Tidak
terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.
Di Lingkungan Sekolah
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
- Bersedia
bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
- Menerima
teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
- Menghargai
pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
-
Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;
- Sikap anti
kekerasan.
Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan
Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam
bentuk sebagai berikut:
- Besedia
menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas;
- Kesediaan
para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya;
- Memiliki
kejujuran dan integritas;
- Memiliki
rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik;
- Menghargai
hak-hak kaum minoritas;
- Menghargai
perbedaan yang ada pada rakyat;
-
Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan
masalah-masalah kenegaraan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari
pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya.
Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam
keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan
tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya
berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi
telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi
telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya.
Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi.
Namun, itu
belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara,
bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang
kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi
hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara
atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan
pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk
merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan
seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai
demokrasi itu kurang di praktekan.
Saran-Saran
Mewujudkan
budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara.
Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1. Adanya
niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2.
Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Memahami
nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman
negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik
dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang
mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk
terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap
bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
- “http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“
- “http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html“
- Abdulkarim, Aim, Drs, M.Pd. 2004 “Kewarganegaraan untuk SMP Kelas II Jilid 2”. Bandung: Grafindo Media Pratama.
- Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005 “ Kewarganegaraan (Citizenship)”. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
- Dahlan, Saronji, Drs. Dan H. Asy’ari, S.Pd, M.Pd. 2004 “Kewarganegaraan Untuk SMP Kelas VIII Jilid 2”. Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar